Kopi Darat Pemerhati Sejarah Tanjungbalai – Asahan

Kopi Darat Pemerhati Sejarah Tanjungbalai – Asahan

Berawal dari diskusi di jejaring sosial facebook tentang sejarah Tanjungbalai – Asahan hingga muncul keinginan untuk ketemu langsung (kopi darat) bersilaturrahim dan berbagi cerita lebih dalam. Sehingga ketika diskusi di facebook via chating diantara pemerhati sejarah ini saling memberi nomor handphone (HP) berjanji akan ketemuan.

Seiring dengan berjalannya waktu, saling sharing (berbagi) info dan foto-foto lama tentang Tanjungbalai – Asahan pun terus terjadi. Diskusi berbagai tema sejarah daerah ini pun terus berjalan. Tanpa disadari suasana seperti itu membuat diantara pemerhati semakin dekat dan akrab. Perekatnya jelas, kepedulian dengan sejarah panjang Tanjungbalai – Asahan.

Jum’at, 3 Februari 2012, jelang jam 12 siang, saya mendapat telpon dari seorang kawan pemerhati sejarah Tanjungbalai – Asahan, Nur Alamsyah Harahap namanya, biasa dipanggil bang Alam. Katanya beliau dia sedang berada di Tanjungbalai, dan berencana untuk ketemuan dengan sesama kawan-kawan pemerhati yang sudah sering diskusi di facebook. Saya bilang dengan senang hati saya juga bersedia ketemuan. Kemudian bang Alam bertanya alamat rumah saya, terus saya kasi tahu. Lantas setelah itu kami sms-smsan dan bersepakat ketemuannya setelah sholat jum’at saja di masjid Raya Ahmadsyah – Tanjungbalai.

Setelah selesai melaksanakan sholat jum’at, saya pun mengaktifkan HP, terus sms bang Alam, sekedar menanyakan posisinya, dan memberi tahu posisi saya waktu itu. Tidak berapa lama saya pun dapat balasan sms tersebut kalau beliau berada di depan masjid dekat yang jualan buku. Kemudian saya bergerak ke arah penjual buku yang dimaksud. Tiba-tiba saya dapat telpon, namun tidak saya angkat, tetapi memperhatikan siapa yang sedang menelpon dan wajahnya sedang kecarian orang. Saya pun ketemu orangnya, kemudian kami saling member isyarat senyum. Terus bersalaman, saya memperkenalkan nama, Herman Siregar, lantas dia jawab Alexander Young (Iskandar Muda), dan orang di sebelahnya juga menyalami saya, kemudian menyebutkan nama, Alam (Nur Alamsyah Harahap). Suasa tersebut membuat saya sedikit terkejut karena yang menelpon bang Alam, kok bisa ikut bang Alex.

Setelah salaman, kami pun duduk sejenak di pelataran teras masjid sambil berkenalan lebih dalam dan menghubungi kawan-kawan yang lain untuk diajak gabung dalam acara kopi darat (temu langsung) tersebut. Setelah ditunggu beberapa saat, ternyata kawan-kawan yang lain belum bisa dihubungi. Kemudian kami bersepakat untuk melanjutkan cerita di Rumah Makan Gule Masam Gaok di jalan Teluk Nibung.

(Dari kiri ke kanan: Tengku Surya, Herman Siregar, Nur Alamsyah Harahap, dan Iskandar Muda)

Sambil menikmati gule masam yang rasanya memang benar-benar khas, kami pun terus diskusi seputar sejarah Tanjungbalai – Asahan. Kendati diskusinya kurang sistematis, tapi sangat hidup. Terlebih setelah Tengku Surya hadir bersama dalam kopi darat tersebut. Diantara keprihatikan kita adalah minimnya sumber-sumber sejarah Tanjungbalai – Asahan. Hingga muncul keinginan untuk menulis buku sejarah yang bercerita mulai dari terbentuknya Kesultanan Asahan hingga sekarang pusat kesultanan tersebut menjadi Kota Tanjungbalai. Dalam kesempatan kopi darat tersebut sempat juga dirancang draft periodesasi Sejarah Tanjungbalai – Asahan sebagai berikut:

  1. Proses Terbentuknya Kesultanan Asahan
  2. Masa Kesultanan Asahan
  3. Kesultanan Asahan Pada Masa Kolonialisme Belanda
  4. Kesultanan Asahan Pada Masa Pendudukan Jepang
  5. Tanjungbalai di Awal Kemerdekaan Republik Indonesia
  6. Tanjungbalai dari Orde Lama hinga Era Reformasi

Untuk menggarap penulisan sejarah tersebut membutuhkan kerja keras, mulai dari tahapan pengumpulan sumber (heuristik) hingga proses penulisan (historiografi). Tentu bantuan dari berbagai pihak sangatlah dibutuhkan, terutama dari pemilik sumber data sejarah baik itu sumber primer maupun sekunder. Kepada para sejarawan dan pemerhati, masukan yang konstruktif sangatlah diharapkan untuk mewujudkan niatan tersebut.

Selain rencana menulis sejarah Tanjungbalai – Asahan secara khusus, dari kopi darat tersebut juga muncul niatan untuk menulis buku sejarah di sekolah yang bermuatan konten lokal, sebagai upaya untuk mengajarkan kearifan lokal kepada para pelajar. Buku sejarah yang bermuatan konten lokal yang direncanakan ini sudah pernah ditulis oleh beberapa orang guru sejarah di Langkat dengan konten lokal Langkat tentunya. Untuk Tanjungbalai, setidaknya kini sudah ada niatan dan sedang proses pengumpulan sumber.

Ada beberapa topik yang sempat dibicarakan secara spesifik dalam kopi darat tersebut, yaitu antara lain:

  1. Keberadaan marga Simorgolang sebelum terbentuknya Kesultanan Asahan
  2. Proses terbentuknya Kesultanan Asahan yang saat ini terjadi kontroversi di kalangan para sejarawan
  3. Hubungan kesultanan Asahan dengan pihak Kolonial Hindia – Belanda
  4. Suasana revolusi sosial Sumatera Timur di Kesultana Asahan
  5. Benda-benda warisan kesultanan Asahan yang diduga masih ada yang disimpan secara pribadi di Tanjungbalai
  6. Proses diruntuhkannya istana kesultanan Asahan
  7. Sumber-sumber sejarah Tanjungbalai – Asahan yang harus di kumpulkan.
  8. Tokoh-tokoh penting di luar keluarga kesultanan
  9. Dan lain-lain.

Kami tentunya sangat menyadari ada banyak keterbatasan yang kami miliki untuk mewujudkan rencana ini. Oleh karenanya bantuan dari berbagai pihak sangatlah diperlukan.

Oleh. Herman Siregar

Penulis adalah salah seorang tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Tanjungbalai untuk mata pelajaran sejarah.

17 pemikiran pada “Kopi Darat Pemerhati Sejarah Tanjungbalai – Asahan

    • Ada rencana untuk menulis sejarah Asahan – Tanjungbalai, kalau ditanya kemungkinan masuk tidaknya ke UH, bisa jadi ia, karena ini konten lokal yang ada hubungannya dengan pelajaran kita. Masak harus seperti yang di buku, selalu didominasi sejarah Jawa.

      • mantab lah pak lw jd jurnalis ugha bpak,,
        smoga brhsil ea pak

        hahhhaha ea pak,msak jawa trus ea kn pak,,
        batak_y gk kliatan
        wkwkkwkkw

      • Bukan mau jadi jurnalis, beda tulisan jurnalis dan sejarawan, kalau jurnalis nulis berita, kalau sejarawan nulis sejarah.

  1. Semoga sukses….
    kalau di pantau secara rinci.. banyak warga tanjungbalai belum tahu sejarah dimana tempat tinggal mereka.. dengan adanya ini nanti.. akan dapat membantu pengetahuan warga tanjungbalai maupun se-indonesia. semangat terus.. salam buat pak Alex dan Bg surya.

  2. Kalau bisa janganlah anak – anak baru menjadi tim penilai sejarah,coba hubungi Ahli Sejarah seperti Ayahanda Zaidan Bs, Dr. Phil Ichwan Azhari dan Pemangku Adat yang Ada di Sumatera Timur..

    • Kita ini hanya komunitas anak muda yg peduli dan ingin belajar ttg sejarah Tanjungbalai Asahan. Tanggal 20 juni 2013 yg lewat saya juga baru ikut seminar sejarah Asahan bersama pak Ichwan Azhari dan Zaidan BS. Turut hadir dalam acara itu pemangku adat kesultanan Asahan, Tuanku Abraham.

      • Yang kami tanda nya anak baru kenal Sejarah mau ingin tahu tapi ingin merubah Sejarah, kalau bisa coba cari tahu bagaimana Nusantara pada masa itu dan mengapa bisa terjadi adanya Kesultanan Asahan, dan Zaman kemerdekaan tahun 1930 Para Sultan di pesisir Sumatera bagian Timur sudah ada membuat Gedung KNI di Jln Palang Merah dan mengapa Para penerima Mandat di pesisir Sumatera bagian Timur di bunuh oleh manusia yang tidak bertanggung Jawab dan Marahlah Para Pribumi di pesisir Sumatera bagian Timur yaitu Dr. T. Mansyur dan Kaliamsyah Sinaga, dan Mereka meminta di jadikan Serikat dengan Nama Negara Sumatera Timur,…

  3. Seorang pemuda batak merantau ke Asahan sekitar tahun 1933. Pemuda itu bernama Jonathan Pandjaitan. Lama tak pulang dan tak ada beritanya, kakek menyuruh ayah saya untuk mencarinya sekitar tahun 1940 (katanya sebelum Jepang masuk). Berbulan mencari kesana-kemari, akhirnya ayah saya bertemu dengan abang kandungnya itu. Beliau telah menjadi menantu keluarga Kerajaan di Asahan. (Cerita ayah saya tsb, tidak begitu jelas lagi saya ingat apakah pertemuan mereka di Istana Kesultanan Asahan atau di Kedatukan Indrapura). Ayah saya sendiri telah meninggal dunia tahun 1994.

    Setelah pertemuan itu, ayah pulang ke Sitorang – Toba membawa berita, bahwa abangnya itu hidup berkecukupan di negeri orang.
    Kakek saya pun meninggal tahun 1949, tanpa pernah lagi bertemu dengan putranya tersebut. Beberapa kali ayah saya pergi ke Asahan mencari kabar berita sekitar tahun 1950 an, namun tidak ada lagi jejaknya. Diduga bahwa Jonathan Pandjaitan (mungkin namanya sudah berubah setelah memeluk agama islam) telah ikut menjadi korban pembunuhan massa yg dinamakan Revolusi Sosial, Maret 1946.

    Sampai sekarang, kami mencari, kemungkinan apakah ada keluarga/ anak/ cucu yg ditinggalkan Bapak tua Jonathan tersebut?
    Semoga Tuhan membuka jalan. Amin.
    Budiman Panjaitan
    budimanpanjaitan@gmail.com

  4. Wah…. dimuloyg tuo ..bah… jarang anak mudo ingin tau sejarah daerahnyo… yang namonyo org ingin tau,,, pasti ingin konalan dulu … kito tak ado niatmerubah sejaro pak….

Tinggalkan Balasan ke ayyeshakn Batalkan balasan